Apa yang
terjadi saat jatuhnya jaman Orde Baru (presiden Soeharto)?
Begini ceritanyaaa... Demonstrasi yang terjadi di bulan Mei yang menyebabkan masyarakat keturunan tionghoa terbunuh, rumah dan bisnis mereka dibakar dan dijarah, kaum perempuannya dihina, dipukul, bahkan di perkosa secara masal. Kekerasan yang terjadi terhadap mereka pada masa itu menyebabkan sebagaian meninggalkan Indonesia dan sebagaian bertindak pasif dengan membentuk kelompok politik, golongan pendukung, membuka usaha jurnalis dan sebagainya.
Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1998
Perilaku Kolektif
Mahasiswa dalam Reformasi 1998
Tahun 1998 menjadi satu catatan
tersendiri dalam sejarah perubahan di Indonesia. Dilatarbelakangi krisis
ekonomi yang berkepanjangan dan berlanjut menjadi krisis multi-dimensi, sebuah
usaha perubahan sosial yang dimotori oleh gerakan mahasiswa yang didukung oleh
kesadaran bersama dari para mahasiswaa. Momen ini kemudian berkembang menjadi
suatu gerakan bersama yang menuntut perubahan dibeberapa bidang, khususnya
sistem pemerintahan
Pertanyaan berikutnya, bagaimana
mahasiswa dapat melakukan sebuah gerakan reformasi dalam usaha perubahan
sosial? Apakah dengan serta-merta gerakan mahasiswa terbangun?
A. Mahasiswa
bergerak; upaya melakukan perubahan
Untuk menjawab pertanyaan sebelumnya, kami akan melihat perilaku kolektif mahasiswa pada masa pra hingga bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Dalam sosiologi, perilaku kolektif adalah tindakan-tindakan yang tidak terstruktur dan spontan dimana perilaku konvensional (lama) sudah tidak dirasakan tepat atau efektif. Lebih jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Untuk menjawab pertanyaan sebelumnya, kami akan melihat perilaku kolektif mahasiswa pada masa pra hingga bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Dalam sosiologi, perilaku kolektif adalah tindakan-tindakan yang tidak terstruktur dan spontan dimana perilaku konvensional (lama) sudah tidak dirasakan tepat atau efektif. Lebih jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Sejak tahun pasca tahun 1966-dimana
gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan rejim Orde Lama-, dapat dikatakan
mengalami masa stagnansi dari gerakan mahasiswa. Mahasiswa dipandang telah
kehilangan kepekaaan sosial yang terjadi pada saat itu. Kondisi ini tidak lepas
dari kebijakan pemerintah yang begitu represif sehingga kondisi perpolitikan
nasional menjadi alat yang efektif untuk mematikan aspirasi dan gerakan
mahasiswa. Pengekangan tersebut telah membuat mahasiswa-kebanyakan-menjadi
kehilangan daya kritisnya terhadap kondisi sosial yang berkembang.
Menyadari bahwa perguruan tinggi
dan lembaga pemerintah tidak dapat diharapkan, sebagian mahasiswa coba
menciptakan ruang-ruang berkembangnya sendiri. Mereka kemudian memilih untuk
melakukan aktifitas mereka diluar kampus. Selain membentuk kelompok-kelompok
diskusi, mahasiswa juga membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
menangani berbagai isu-isu sosial. Aksi protes mahasiswa masih berlanjut akan
tetapi masih sangat sporadis dan dampaknya belum meluas, baik itu dikalangan
mahasiswa maupun masyarakat umumnya dan semakin lemah sampai akhirnya
menghilang akhir 1970-an.
Gairah pergerakan di kelompok
mahasiwa kemudian mulai kembali pada tahun 90-an saat akumulasi berbagai
permasalahan sosial makin tajam. Mereka lebih cenderung mengangkat masalah-masalah
yang aktual pada saat itu, misalnya masalah kelaparan atau bencana di satu
daerah dan permasalahan keseharian yang dihadapi oleh masyarakat. Akan tetapi,
pola yang digunakan tidak berubah; masih sporadis dan dilakukan dalam kampus.
Pada awalnya tidak semuanya mahasiswa tersebut tergerak untuk menanggapi
masalah sosial yang muncul.
Dalam melihat fenomena ini,
Ricardi melakukan pembagian lima kelompok mahasiwa dalam merespon kondisi
sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat. Pertama adalah
kelompok idealis konfrontatif, dimana mahasiwa tersebut aktif dalam
perjuangannya menentang pemerintah melalui aksi demonstrasi. Kedua, kelompok
idealis realistis adalah mahasiwa yang memilih koperatif dalam perjuangannya
menentang pemerintah. Ketiga, kelompok opportunis adalah mahasiswa yang
cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa. Keempat adalah kelompok
profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kuliah. Terakhir adalah
kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hdup yang glamour.
Lalu bagaimana kelompok-kelompok
mahasiswa tersebut dapat bergerak dalam menggulirkan sebuah perubahan sosial di
Indonesia? Menurut Ricardi, pada masa itu muncul conscience collective,
kesadaran bersama dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang harus bersatu
padu. Dalam kondisi perilaku kolektif, terdapat kesadaran kolektif dimana
sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh sekelompok mahasiswa yang
menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa maupun masyarakat
pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah
disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada. Aksi dari
mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela memberikan
bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.
Neil Smelser memberikan
pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya perilaku kolektif.
Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang harus terjadi; struktural (structural
conducivenes), ketegangan struktural (structural strain),
kemunculan dan penyebaran pandangan, faktor pemercepat (precipitating
factors), Mobilisasi tindakan (mobilization for action), dan
pelaksanaan kontrol sosial (operation of social control). Dalam
konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, keenam syarat itu terpenuhi; pertama
kondisi sosial masyarakat saat itu yang mendukung aksi-aksi mahasiswa, kedua
adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah, ketiga penyebaran serta gagasan
dengan landasan kebenaran, hak asasi manusia dan rakyat sebagai dasar perjuangan
, keempat adanya faktor pemicu dengan gugurnya mahasiswa Universitas Trisakti
yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya , kelima adanya usaha mobilisasi
aksi dengan berbagai elemen masyarakat dan terakhir adalah adanya tekanan dari
negara atau bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/menggangu
proses perubahan.
Gerakan mahasiswa pada tahun
1998-tepatnya bulan Mei-cenderung pada perilaku kerumunan aksi dimana aksi
demonstrasi mereka lakukan secara terus menerus dengan mengandalkan mobilisasi
massa demi tujuan bersama. Menurut Blumer, perilaku kerumunan yang bertindak
dimana mereka mempunyai perhatian dan kegiatan yang ditujukan pada beberapa
target atau objektif. Tuntutan gerakan mahasiswa sendiri pada pasca kejatuhan
rejim Orde Baru cenderung pada perubahan sistem politik dan struktur
pemerintahan.
Melihat pemaparan diatas serta
landasan teori yang kami gunakan diatas, jelas bahwa gerakan mahasiswa pada
tahun 1998 adalah satu proses reformasi dalam perubahan sosial. Reformasi
sendiri menurut Kornblum, gerakan yang hanya bertujuan untuk mengubah sebagian
institusi dan nilai. Lebih jauh lagi, gerakan ini merupakan upaya untuk
memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya. Gerakan semacam
ini biasanya muncul di negara-negara yang demokratis.
Pada bab berikutnya, saya akan
mengemukakan pengaruh dan pandangan dari luar negeri terhadap perubahan sosial
di Indonesia.
B. Perubahan Sosial dan Modernisasi: Kepentingan Amerika Serikat dalam
Perubahan Sosial di Indonesia.
Setelah kita melihat proses perubahan sosial yang terjadi di Indonesia dengan melihat faktor dari dalam negeri, kita tidak bisa mengabaikan faktor eksternal yang ikut berperan dalam mendorong terjadinya perubahan sosial tersebut. Krisis ekonomi-yang kemudian menjadi krisis politik-yang terjadi di Asia, khususnya di Indonesia sudah pasti memberikan dampak bagi negara lain. Dalam pembahasan kali ini, kami coba melihat dampaknya terhadap Amerika Serikat dengan melihat perubahan sosial di Indonesia yang berdampak pada kepentingan luar negeri serta bagaimana Amerika Serikat menanggapi krisis yang terjadi di Indonesia dari pemeritaan di media massa terutama suratkabar The New York Times dan The Chicago Tribune dalam periode 1997-1998.
Setelah kita melihat proses perubahan sosial yang terjadi di Indonesia dengan melihat faktor dari dalam negeri, kita tidak bisa mengabaikan faktor eksternal yang ikut berperan dalam mendorong terjadinya perubahan sosial tersebut. Krisis ekonomi-yang kemudian menjadi krisis politik-yang terjadi di Asia, khususnya di Indonesia sudah pasti memberikan dampak bagi negara lain. Dalam pembahasan kali ini, kami coba melihat dampaknya terhadap Amerika Serikat dengan melihat perubahan sosial di Indonesia yang berdampak pada kepentingan luar negeri serta bagaimana Amerika Serikat menanggapi krisis yang terjadi di Indonesia dari pemeritaan di media massa terutama suratkabar The New York Times dan The Chicago Tribune dalam periode 1997-1998.
Kekhawatiran terhadap dampak
krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada perekonomian Amerika Serikat
terlihat jelas dari pemberitaan media massa, khususnya kedua suratkabar
tersebut. Pertanyaannya kemudian mengapa? Krisis di Asia diperkirakan akan
membuat kepanikan pada ekonomi negara-negara Asia lainnya khususnya Jepang yang
mempunyai banyak kepentingan ekonomi yang kemudian akan berakibat pada keadaaan
ekonomi Amerika Serikat. Selain itu, resesi ekonomi di Asia dapat mengakibatkan
ekspor Amerika Serikat harus mengalami penurunan dan mengakibatkan defisit yang
kemudian berakibat pada industri manufaktur Amerika Serikat . Dengan alasan ini
pula, pemerintah Amerika Serikat berusaha menyuntik dana pinjaman kepada
pemerintah Indonesia melalui International Monetary Funding (IMF) dan Bank
Dunia. Langkah yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat -melalui menteri
keuangan Amerika Serikat, Robert Rubin-, sebenarnya tidak mendapat persetujuan
dari kongres Amerika Serikat yang menganggap bahwa permasalahan Asia serta
dikritik oleh media massa.
Kedua media tersebut
menyampaikan beberapa alasan tentang penyebab terjadinya krisis di Indonesia.
Pertama, kelemahan sistem perbankan di Indonesia. Kedua, kapitalisme Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dimana dana bantuan –yang didapatkan melalui hutang
luar negeri-untuk pembangunan hanya digunakan oleh segelintir orang. Kedua
media tersebut juga mengangkat tentang dampak yang diakibatkan oleh krisis
ekonomi di beberapa wilayah Indonesia misalnya masalah terjadi kelaparan di
beberapa wilayah Indonesia.
Krisis ekonomi yang kemudian
berimbas pada krisis politik di Indonesia yang merupakan efek bola salju yang
terus bergulir hingga menjadi krisis multi-dimensi. Desakan untuk terjadinya
proses reformasi di Indonesia tidak hanya muncul dari dalam negeri tetapi juga
muncul dari luar negeri, khususnya di Amerika Serikat. Sistem pemerintahan
Indonesia dipandang sebagai pemerintahan yang korup dan otoriter tidak dapat
memberikan ruang bagi berkembangnya sistem kapitalisme yang membutuhkan sistem
politik pluralis. The New York Times memandang bahwa mundurnya Soeharto dari
tampuk presiden Indonesia bukan hanya dipicu oleh masalah dalam negeri tetapi
kekuatan dari luar negeri juga berperan cukup penting. Pada awalnya, kedua
media mengatakan bahwa Soeharto tetap akan bertahan sebagai presiden Indonesia
namun analisa tersebut berubah drastis pasca peristiwa 12 dan 13-15 Mei 1998.
Kedua suratkabar tersebut
memandang bahwa faktor penyebab dari krisis tersebut lebih banyak berasal dari
dalam negeri sehingga diperlukan satu langkah intervensi dari luar negeri.
Secara tidak langsung, kedua suratkabar yang mempunyai jumlah pembaca terbesar
–termasuk para pengambil kebijakan- di Amerika Serikat telah menekan kepada
pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan intervensi. Terlihat pula kecenderungan
dari kedua suratkabar ini mendukung pendapat IMF dan langkah yang diambil oleh
pemerintahan Amerika Serikat .
Dari cara pandang yang digunakan
oleh kedua surat kabar tersebut melihat positif kepada demokratisasi,
transparansi dan sistem yang menentang otoritarianisme baik dalam sistem
ekonomi maupun politik. Dengan kata lain, kedua suratkabar ini mencoba
melihatnya dari cara pandang yang kerap digunakan dalam teori modernisasi.
Menurut Sullivan, teori modernisasi merujuk pada suatu perubahan ekonomi, sosial
dan budaya yang terjadi pada masa transisi dari masyarakat pra-industri ke
masyarakat industri maju. Teori modernisasi klasik menganggap bahwa bahwa
negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama deengan negara industri maju
sehingga kemudian negara berkembang pula melalui modernisasi. Modernisasi
melihat bahwa faktor keterbelakangan satu negara adalah faktor dari dalam,
misalnya budaya tradisional, kurangnya investasi yang produktif dan tidak
adanya semangat berprestasi di negara berkembang.
C. Gerakan Reformasi 1998: Sebuah Perubahan Sosial Ditinjau dari Teori
Fungsional
Sebelum melangkah lebih jauh, dalam pembahasan tentang perubahan sosial kami ingin meletakkan konsep bersama mengenai perubahan sosial. Menurut Menurut Mac Iver, perubahan sosial (social relationship) merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial . Sedangkan menurut Gillin, perubahan sosial di katakan sebagai satu variasi cara-cara hidup yang diterima dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Yang menarik adalah pendapat dari Selo Soemardjan, perubahan sosial dirumuskan sebagai segala perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan , yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Pendapat terakhir yang akan kami gunakan sebagai landasan dalam melakukan analisa terhadap proses reformasi tahun 1998.
Sebelum melangkah lebih jauh, dalam pembahasan tentang perubahan sosial kami ingin meletakkan konsep bersama mengenai perubahan sosial. Menurut Menurut Mac Iver, perubahan sosial (social relationship) merupakan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial . Sedangkan menurut Gillin, perubahan sosial di katakan sebagai satu variasi cara-cara hidup yang diterima dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Yang menarik adalah pendapat dari Selo Soemardjan, perubahan sosial dirumuskan sebagai segala perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan , yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Pendapat terakhir yang akan kami gunakan sebagai landasan dalam melakukan analisa terhadap proses reformasi tahun 1998.
Proses reformasi pada tahun 1998
telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia secara umum.
Pertama, yang paling dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah jatuhnya
rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rejim
Orde Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu mengedepankan tindakan
represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaanya. Mundurnya presiden Soeharto-yang
dianggap sebagai simbol Orde baru-telah menjadi tolok ukur dari dari perubahan
tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto tidak
akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan
Kedua, seiring dengan jatuhnya
rejim orde baru maka berdampak pada struktur pemerintahan. Dalam berbagai
tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa rejim
Orde baru menjadi instrumen penindasan terhadap masyarakat. Ini jelas sangat
dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam melalui pemberlakuan
Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain
itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara, militer pada khususnya juga menjadi
alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu, tuntutan yang muncul dari mahasiswa
adalah mengembalikan posisi militer pada fungsinya. Salah satu contoh perubahan
adalah pemisahan struktur antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia.
Ketiga, perubahan sistem politik
di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh sistem
politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan
oleh masyarakat. Perbedaan pendapat-yang kerap kali dianggap menggangu
stabilitas-menjadi hal yang haram di masa Orde Baru. Aspirasi politik dari
masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang jelas tidak
berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan mahasiswa pada
tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu dekat. Salah
satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan umum langsung
yang dilaksanakan pada tahun 2004.
Seperti yang telah disampaikan
diatas, perubahan sosial juga akan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku dalam sistem sosial masyarakat. Dalam konteks reformasi pada tahun
1998, terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan oleh Rejim Orde Baru diberbagai
sektor berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu contoh adalah kebebasan
berpendapat yang dulu menjadi ‘barang mahal’ sekarang relatif lebih terbuka.
Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia kemudian menjadi salah satu
indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang dulunya apolitis dan cenderung
pasif pada sistem politik terdahulu mulai terlibat dalam berbagai kegiatan
politik praktis. Sebagai salah satu indikator adalah berdirinya berbagai partai
politik di Indonesia.
Saya melihat bahwa gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 adalah sebuah perubahan sosial dalam bentuk gerakan
reformasi dimana perubahan sosial yang terjadi upaya yang berusaha memajukan
masyarakat tanpa mengubah struktur dasarnya. Pemaparan kami diatas telah
menggambarkan bagaimana proses perubahan sosial tersebut. Gerakan mahasiswa
saat itu melihat bahwa untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia
adalah pergantian rejim otoriter yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral
pada awalnya. Pemerintah saat itu dianggap tidak perduli bahkan tidak
menunjukkan sense of crisis terhadap permasalahan yang dihadapi.
Dalam melihat proses reformasi
di Indonesia pada tahun 1998 mulai dari awal hingga hasil yang dicapai, kami
menggunakan pendekatan teori fungsional. Walaupun menurut teori fungsionalis,
meletakkan kestabilan sosial menjadi substansi yang penting namun tetap
membutuhkan perubahan sosial. Sebagai contoh, Robert Nisbet mengungkapkan “the
fundamental assumption of the functionalist is… that… there are sources opf
change within social system, more or less natural sources, and that form these
there flow patterns of change that are as congruent to social system as growth
within the living organism.”
Perubahan yang diharapkan
beberapa elemen dalam gerakan mahasiswa adalah sebuah perubahan yang menyeluruh
di masyarakat. Tujuan mereka adalah semua kebijakan politik dan ekonomi berada
di tangan rakyat dalam arti sesungguhnya. Akan tetapi, pandangan itu harus
mereka akui sebagai utopia karena lemahnya konsolidasi konsep –bahkan diantara
elemen gerakan mahasiswa- bersama tentang hal tersebut.
D. Gerakan Mahasiswa: Menjadi gerakan moral atau politik?
Melihat kembali kegiatan
mahasiswa yang pada dekade 80-an sampai 90-an mengalami stagnasi dalam
pergerakan menyuarakan ketidakadilan dalam masyarakat maka dapat dikatakan
bahwa pada awalnya pergerakan mahasiswa bersifat gerakan moral (moral
movement). Isu-isu yang disuarakan lebih pada perbaikan-perbaikan pada hal-hal
yang mengakibatkan penderitaan yang dialami masyarakat atau kelompok masyarakat
tertentu.
Dalam perkembangan selanjutnya
pergerakan mahasiswa melihat bahwa isu itu dapat berkembang pada isu yang lain.
Hal ini mungkin disebabkan oleh sifat instant yang mempengaruhi pola perilaku
mahasiswa. Sifat ini tidak melihat lebih dalam mengenai masalah yang ada, dalam
arti setiap masalah sebenarnya mempunyai akar permasalahan yang terlebih dahulu
mendapat perhatian. Penemuan pada akar permasalahan memungkinkan mahasiswa
untuk menyuarakan isu yang tepat sasaran sehingga mereka konsisten dalam
gerakannya. Namun, karena pada kenyataannya mahasiswa kadang tidak memiliki
basis konsep yang jelas sehingga perhatian awal mudah sekali menyimpang atau
lebih parah lagi mengalami perubahan yang bertolak belakang dengan isu awal.
Gerakan mahasiswa di Indonesia kemudian mengalami perubahan dari sebuah gerakan
moral menyuarakan masalah-masalah sosial-permasalahan yang sehari-hari dihadapi
oleh masyarakat-kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan
mahasiswa sebaiknya kembali menjadi gerakan yang mempunyai pandangan lebih
mendalam dalam berbagai masalah sosial yang melanda bangsa ini. Lanjutkan para pemuda Indonesia, perjuangan belum
selesai sampai di sini J
Referensi : http://www.questia.com/googleScholar.qst…
0 comments:
Posting Komentar